Aktualisasi Qurban Masa Pandemi Covid-19
Oleh: Dr. Hamdan Daulay, M.Si. M.A. (Ketua Program Magister KPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
Di tengah bencana Covid-19 yang semakin memprihatinkan, dengan banyaknya warga yang terpapar dan korban jiwa, dibutuhkan penguatan solideritas sosial. Berbagai bentuk solideritas sosial bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dalam pelaksanaan ibadah qurban. Esensi qurban mengandung makna penguatan ukhuwah (soliseritas sosial), dengan adanya perhatian kaum kaya kepada kaum miskin. Makna qurban tercermin pada kemauan untuk menolong kaum yang lemah, yang sakit dan yang miskin. Terlebih saat ini dengan kondisi masyarakat yang dilanda bencana covid, diperlukan usaha nyata untuk saling menguatkan baik secara materi maupun moral. Ketika semakin banyak warga masyarakat yang terpapar covid, diperlukan bantuan nyata agar mereka menjadi kuat menghadapi bencana.
Quraish Shihab dalam buku Lentera Hati (2016: 117), menjelaskan betapa indah makna qurban dalam penguatan ukhuwah dan solideritas sosial. Qurban tidak hanya dimaknai dengan menyembelih hewan sapi atau kambing untuk dibagikan kepada orang yang berhak. Namun dalam makna yang lebih luas, qurban mengandung pesan kemauan untuk berbagi dengan orang lain. Relasi kaya dan miskin, kuat dan lemah, sehat dan sakit menjadi bagian dari aktualisasi qurban. Melalui semangat berbagi, kaum lemah dan miskin tidak akan dibiarkan terpuruk dalam penderitaan dan ketakberdayaan. Dalan konsep qurban semestinyalah kaum kaya menolong yang lemah, sehingga kekayaan yang dimilikinya tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan harus disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Di tengah bencana covid yang melanda saat ini, semakin banyak warga masyatrakat yang kehilangan pekerjaan hingga menjadi kelompok miskin. Suatu keadaan yang dirasakan sangat berat di tengah keterpurukan ekonomi saat ini.
Ormas Islam seperti MUI, NU dan Muhammadiyah pernah memberi pandangan tentang aktualisasi qurban di tengah darurat covid-19. Ketika masyarakat sangat membutuhkan oksigen, obat-abatan, vitamin dan berbagai kebutuhan pencegahan covid, maka qurban perlu disesuaikan dengan kebutuhn masyarakat. Artinya, masyarakat jangan diberi daging qurban dalam jumlah yang berlebihan (mubazir) ketika ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Kaum kaya (aghniya’) perlu mengkaji ulang bentuk qurban yang diberikan di tengah darurat covid, agar bentuk pengorbanan tersebut jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Dalam parktik di lapangan sering terjadi, warga masyarakat mendapat daging qurban dalam jumlah banyak (mubazir), padahal di sisi lain ada keperluan lain yang lebih penting. Disinilah diperlukan ijtihad tokoh-tokoh Islam dan panitia qurban, agar dana qurban yang diberikan relevan dengan kebutuahn riil masyarakat yang membutuhkan.
Idul adha identik dengan hari raya qurban yang terkait langsung dengan kisah nabi Ibrahim dan Ismail. Ibrahim rela mengorbankan anaknya (Ismail) untuk disembelih karena semata mengikuti perintah Allah SWT. Ismail pun sabar dan rela dikorbankan (disembelih) oleh ayahnya karena ketaatan pada perintah Allah SWT. Akhirnya keikhlasaan dan kesabaran Ibrahim dan Ismail, Allah memberi ganti seekor domba yang disembelih oleh nabi Ibrahim. Dari kisah Ibrahim dan Ismail ini, ada dua pesan penting yang bisa diambil hikmahnya.
Pertama, teladan rela berkorban dari Ibrahim walaupun mengorbankan anak yang sangat ia sayangi demi mengikuti perintah Allah SWT. Ini mengandung pesan, agar kita rela berkorban, walaupun mengorbankan harta yang paling berharga dan yang paling disayangi untuk kepentingan agama dan masyarakat. Ketika banyak saudara kita atau tetangga kita yang ditimpa kemiskinan, sakit, butuh biaya berobat, dan butuh biaya pendidikan, kita hendaknya mau menyantuni atau berkorban untuk mereka. Aktualisasi qurban mengandung arti menyesuaikan jenis pengorbanan dengan kebutuhan riil masyarakat yang membutuhkan.
Kedua, hikmah menyembelih hewan qurban juga bisa dimaknai sebagai kerelaan menyembelih sifat-sifat nafsu kebinatangan dalam diri manusia, seperti sifat yang terlalu mendewakan harta dan jabatan. Ketika orang sudah terlalu mendewakan harta dan jabatan, mereka bisa stress ketika harta dan jabatan itu lepas dari tangan. Mereka juga akan melakukan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan harta dan jabatan yang dimiliki. Dengan meneladani semangat berkorban yang ditunjukkan Ibrahim, uamt Islam akan terhindar dari nafsu kebinatangan yang mendewakan harta dan jabatan.
Semoga dengan suasana Idul Adha di tengah musibah covid tahun ini, bisa menumbuhkan semangat berkorban antara sesama. Aktualisasi qurban di tengah darurat covid saat ini tidak harus dalam bentuk daging qurban yaang berlimpah, namun bisa dalam bentuk lain yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat yang terdampak covid. Melalui semangat berkorban antar sesama akan menjadi kekuatan luar biasa untuk bangkit dari keterpurukan. Saling menguatkan dan saling tolong menolong menjadi pesan penting dalam esensi qurban, sehingga kita optimis bisa keluar dari bencana covid-19. (*)