Seminar Series Politik Identitas dan Potensi Polarisasi 2024 Fishum UIN Suka, Bekali Literasi Pemilu Gen Z
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan Seminar Series bertajuk “Politik Identitas dan Potensi Polarisasi 2024", bertempat di Aula FISHUM, kampus UIN Sunan Kalijaga, 21/3/2023. Forum yang diikuti segenap Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini menghadirkan Narasumber Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI, yang juga Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A. Forum yang dihadiri Dekan Fishum, Dr. Mochammad Sodik, segenap pimpinan Dekanat dan para Dosen FISHUM ini dibuka oleh Wakil Rektor 2, UIN Sunan Kalijaga bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Prof. Sahiron.
Pada sambutan pembukaanya, Prof. Sahiron antara lain menyampaikan salam hormatnya kepada Prof. Ruhaini yang telah meluangkan waktu untuk menyampaikan kalimat kalimat pencerahan untuk Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Forum ini menjadi refleksi dalam mengembangkan keilmuan di kampus UIN Sunan Kalijaga. Pihaknya berharap forum ini dapat membangun pemahaman yang baik bagi para Mahasiswa dalam hal proses-proses pelaksanaan pemilu yang sehat sebagai bekal ketika terjun di masyarakat. Kegiatan ini juga untuk mengukur perkembangan keilmuan FISHUM. Pihaknya berharap tema-tema seminar series seperti ini dapat terus digelorakan sebagai tanggungjawab UIN Sunan Kalijaga untuk menciptakan Pemilu yang Kondusif.
Sementara itu, Dr. Mochamad Sodik dalam sambutannya menyampaikan, forum ini sebagai wujud kampus dalam mengayomi perbedaan agar tetap kondusif. Seminar series merupakan program-program kegiatan akademik berkelanjutan yang mendewasakan pemikiran Mahasiswa. Yang tentunya juga berdampak pada perwujudan akreditasi Unggul semua Prodi di FISHUM. Setelah Prodi Sosiologi meraih akreditasi Unggul, pada gilirannya dengan memacu berbagai kegiatan pengembangan akademik Prodi Komunikasi dan Psikologi juga akan menyusul Unggul, dan juga terakreditasi internasional AUN-QA dan FIBAA. Kiprah Prodi di luar kegiatan-kegiatan perkuliahan juga dapat mendukung upaya membangun citra di luar kampus.
Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam paparan nya menyampaikan, sebagai alumni UIN Sunan Kalijaga, yang kini juga menjadi Guru Besar di kampus ini, pihaknya merasakan bahwa kampus UIN Sunan Kalijaga adalah Oase yang memberikan modalitas bagi seluruh Mahasiswa untuk mengembangkan menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi bangsa maupun dunia. sebagai alumni UIN Sunan Kalijaga, Siti Ruhaini banyak merasakan hal itu. Ia dipercaya memegang amanat jabatan sebagai Ketua Organisasi HAM di Organisasi Islam dunia. Ia Memimpin dan membentuk komisi HAM, menjadi jadi komisioner dan sekarang ahli utama bidang HAM di Kantor Kepresidenan. Saat ini ia memiliki tugas pokok mendesain penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Berkat modalitas yang diperoleh dari kampus UIN Sunan Kalijaga, ia merasa mampu melakukan penyelesaian kasus kasus pelanggaran HAM masa lalu dengan kaidah internasional hingga Pemerintah Indonesia tidak memiliki beban masa lalu terkait masalah pelanggaran HAM. Melalui upaya-upaya yang ia lakukan, diharapkan Indonesia dapat menatap masa depan dengan baik.
Sementara untuk topik kali ini ia ingin memberikan wawasan terkait polemik jabatan presiden. Menurutnya, Pemerintah mendukung kerja-kerja KPU untuk melaksanakan pemilu sesuai waktu yang ditentukan. “Kalau ada agenda berbeda, itu bukan dari istina,” katanya. Terkait dengan pelaksanaan pemilu tahun 2024 mendatang, Siti Ruhaini mengaku ikut bertanggung jawab memberikan literasi digital untuk Generasi (Gen) Z. Dijelaskan, Generasi Z atau disingkat Gen Z, saat ini berjumlah kurang lebih 75.000.000 atau sekitar 27% dari jumlah penduduk Indonesia. Disampaikan Gen Z memiliki karakteristik pada umumnya lebih dekat dengan virtual, banyak di kamar, tapi mereka bukan diam. Terkait dengan aktivitas berpolitik, Gen z membutuhkan literasi digital yang baik. Mereka memerlukan pendidikan politik yang ideal agar memiliki kematangan pemikiran dalam menentukan pemimpinnya pada kontestasi Pemilu 2024 mendatang.
Mereka perlu memahami teori negara bangsa: bahwa negara Indonesia ini dibentuk dengan dasar sentimen yang kuat meskipun dalam banyak hal berbeda. Pembentukan Negara Indonesia didasari konsolidasi yang sangat kuat, yang sesungguhnya sulit dalam realitas masyarakatnya yang heterogen. Tetapi kenyataannya mampu bertahan sebagai NKRI hingga sekarang. Indonesia dengan jumlah penghuninya kurang lebih 7000 etnis, sesungguhnya mustahil bisa bertahan hingga sekarang kalau bukan karena memiliki sentimen yang kuat.
Banyak contoh, seperti: Myanmar dan banyak negara tercabik karena konflik etnis. Keistimewaan Indonesia sebagai negara kesatuan ini perlu dipahami kaum Gen Z agar dapat menumbuhkan jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika nasionalisme sampai dilupakan oleh kaum Gen Z, Indonesia akan banyak mengalami kesulitan.
Siti Ruhaini mengingatkan, ke depan goncangan akan semakin keras yang mengatasnamakan agama. Gen Z harus siap sebagai individu yang multi dimensi, yang memiliki wawasan yang luas agar tidak terjebak pada pemahaman-pemahaman sempit mengatasnamakan agama, yang bisa mengganggu masa depan Indonesia untuk menjadi negara besar dan berpengaruh. Momentum Sumpah Pemuda (28/10/1928) dapat menjadi cermin bagi kaum Gen Z. Sumpah Pemuda yang menjadi Deklarasi Kebangsaan para pemuda Indonesia saat itu tidak pernah menyebut agama. Momen Sumpah Pemuda menurut Siti Ruhaini adalah anugerah Allah, supremasi kebangsaan kuat, deklarasi secara sukarela, sebagai cikal bakal diperoleh kemerdekaan Indonesia. Inilah bentuk supremasi sipil yang luar biasa hingga dapat membentuk negara baru yang kokoh, yakni NKRI, yang tak dimiliki negara-negara Muslim di dunia ini. Negara negara Islam seperti Libanon, Afghanistan, Arab Saudi dan seterusnya tidak memiliki apa yang dimiliki NKRI. Sehingga bisa disebut Indonesia adalah sepotong surga yang dianugerahkan Allah di dunia bukan hanya alamnya, tetapi juga kedewasaan masyarakatnya dalam berbangsa dan bernegara.
Namun sekarang muncul persoalan di ranah politik, yakni adanya kontestasi identitas. Kenapa menggunakan agama? Karena agama menjanjikan surga, yang apabila masyarakat tidak diberi pemahaman akan tergiur politik identitas yang menjanjikan surga. Padahal politik identitas hanya membungkus niat yang sesungguhnya, dan itu menyesatkan. Siti Ruhaini mengingatkan, ruang publik perlu kesetaraan identitas agama. Sehingga perlu dipahami beberapa hal. Bahwa Ideologi politik harusnya bersifat fungsional bukan doctrinal. Politik juga bukan konsolidasi doktriner. Tantangan politik era digital; Kecepatan publikasi melahirkan post trust. Diperlukan sistem sensor untuk meminimalisir hoax. Pemilu 2024 akan lebih baik jika belajar dari pemilu lalu. Betapa rumitnya mengelola realitas politik identitas. Jika harus memilih Islam apa demokrasi. Maka Pilih dua-duanya.
Karena Islam dapat menjadi penuntun untuk menjadi negara yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur. Sementara, demokrasi dibutuhkan agar hidup di Indonesia tidak seperti di neraka dunia, demikian tegas Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin. (Weni/Ihza)