ISAIs UIN Suka Bersama Gusdurian Jogja Bedah Buku Gus Dur “Sang Kosmopolit”
Foto bersama setelah acara Bedah Buku
Institute of Shouteast Asia Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga dan Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga bekarja sama dengan Gusdurian Jogja menyelenggarakan bedah buku berjudul “Sang Kosmopolit” yang ditulis oleh Hairus Salim, untuk memotret Gus Dur dari perspektif orang dekat (insider). Acara yang dimoderatori oleh Ahmad Anfasul Marom (Peneliti ISAIs) ini dilaksanakan, 17/2/2020 di Teatrikal Perpustakaan kampus UIN Sunan Kalijaga ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan Ziarah Pemikiran Gus Dur yang puncaknya dilaksanakan 27/2/2020, di PP Sunan Pandanaran Yogyakarta.
Wakil Direktur ISAIs, Wiwin Siti Aminah Rohmawati, M. Ag. yang hadir pada kegiatan ini menjelaskan, Gus Dur adalah sosok yang kompleks dan melampaui identitas. Pasca Gus Dur wafat, telah banyak riset-riset ilmiah yang ditulis mulai dari skripsi, tesis, hingga disertasi tentang pemikiran Gus Dur. Setidaknya ada 9 nilai yang selama hidup Gus Dur selalu dijadikan rujukan beliau dalam berpikir, bersikap, bertindak dan berelasi dengan sesama. 9 nilai tersebut adalah; Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Kesatriaan, kearifan tradisi. Kesembilan nilai rujukan Gus Dur ini akan terus relevan untuk dijadikan materi diskusi ilmiah, karena kesemuanya merupakan nilai kebaikan yang bisa dijadikan suri tauladan bagi masyarakat.
Karena 9 nilai yang dijunjung tinggi Gus Dur inilah, maka membedah buku tentang sosok Gus Dur secara mendalam sebagai Bapak Bangsa telah dan akan terus menjadi inspirasi bagi anak anak muda amatlah penting dilakukan di kampus UIN ini. Selain itu semangat membaca Gus Dur yang amat tinggi dan nilai nilai yang diperjuanagkan beliau untuk bangsa Indonesia juga penting untuk teruis digelorakan dikalangan generasi muda, ungkap Wiwin.
Forum kali ini menghadirkan pembicara, Hairus Salim (penulis Buku Gus Dur), Zuly Qodir (akademisi) dan Alissa Wahid (putri sulung Gus Dur). Acara dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. H. Waryono, M. Ag. Dalam sambutannya Dr. Waryono antara lain mengatakan bahwa "Gus Dur ini pemikirannya lengkap. Jika mas Hairus Salim menyebutnya sebagai Sang Kosmopolit, saya menyebut beliau itu dengan Sang Ensiklopedis,” kata Dr. Waryono.
Sementara itu, Hairus Salim dalam paparannya antara lain menyampaikan, bahwa buku ini merupakan hasil refleksi tentang perjalanan historis kebersamaannya dengan Gus Dur. Sosok Gus Dur merupakan tokoh yang pernah mengalami beberapa kali kegagalan. "Ketika ke Yogyakarta biasanya beliau mampir ke LKiS dan banyak mengobrol tentang buku. Dengan buku, manusia akan mampu belajar memaknai hidup", papar Direktur LKiS tersebut. Bagi Gus Dur kita perlu banyak membaca buku-buku sastra, karena selain agama, sumber rohani manusia itu adalah sastra. "Terdapat 16 Esai dalam buku ini dan covernya merupakan lukisan dari perupa Buddhis Thailand yang dibuat untuk memuat para tokoh-tokoh berpengaruh di Asia", ungkapnya.
Sebagai pembedah buku, Zuly Qodir menceritakan pengalamannya bahwa Gus Dur dalam berbagai forum ilmiah selalu menjadi bintang dengan kepiawaiannya dalam memaparkan gagasan. Gus Dur juga diidentikan dengan humor, karena sejatinya humor adalah bagian dari tanda kecerdasan. Dosen di UMY tersebut juga menyatakan bahwa banyak bidang yang dikuasai Gus Dur. Kepada Gus Dur bisa ditanyakan berbagai macam topik seperti isu sosial, politik, sastra, ekonomi, bahkan olahraga.
Alissa Wahid menambahkan bahwa, ayahnya paling tidak suka dipuji, tetapi beliau lebih suka ditertawakan. "Acara bedah buku inipun kita harus tegaskan bukan dalam rangka untuk memujinya, tetapi untuk melanjutkan perjalanan perjuangan kemanusiaannya", papar Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini. Alissa menambahkan, di dalam diri Gus Dur bisa kita telaah dengan melihat 9 nilai utama yang sudah dibuat oleh para murid dan pengagum Gus Dur. "Dan Buku ini memotret secara ciamik Gus Dur yang kompleks", tegasnya. Gus Dur juga tidak pernah lepas dari buku, karena buku adalah sumber dalam memaknai kehidupan. Kita perlu belajar dari Gus Dur untuk melihat diri kita sendiri, dan mengambil inspirasi untuk Indonesia, paparnya. (Ferdi, Aziel, Weni)