Etika Sosial dalam Islam

Oleh : Dr. Phil.Sahiron Syamsuddin.MA

( Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta )

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Karena itu, Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepadanya mengandung prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran dalam rangka pembentukan karakter mulia pada diri manusia. Di antara prinsip dan ajarannya adalah etika sosial. Etika sosial adalah seperangkat aturan berkaitan dengan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya ditinggalkan ketika bergaul dengan orang lain. Hal ini bertujuan agar semua orang merasa nyaman, hidup damai dan tidak saling bermusuhan. Di antara ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan etika sosial adalah Q.S. al-Hujurat:11. Pada ayat ini Allah Swt melarang kita melakukan tiga hal di ruang publik, yakni (1) sukhriyah (mengolok-olok orang lain), (2) lamz (mencela), dan (3) nabz (menjuluki orang lain dengan julukan yang jelek).

Pertama, al-sukhriyah (perbuatan mengolok-olok). Menurut Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan kata ini adalah “sikap tidak memandang orang lain dengan pandangan pengagungan (ijlal), tidak mengakui eksistensinya dan menjatuhkannya dari derajat yang semestinya” (Mafatih al-Ghayb, 28:131). Sebagai contoh, seseorang dalam sebuah perusahaan atau perkantoran melakukan sebuah pekerjaan dengan baik dan benar, tetapi karena atasannya tidak menyukainya dia mengatakan di depan orang banyak bahwa apa yang telah dikerjakan oleh bawahannya tersebut jelek. Atasannya ini tidak memberikan apresiasi kepada bawahannya, dan bahkan menjatuhkan derajat bawahannya di depan orang lain. Perbuatan semacam ini tidaklah terpuji, di samping karena membuat orang lain sakit hati, juga karena tidak sesuai dengan realita. Selain itu, agar umat manusia menghindari perbuatan ini, Allah menerangkan pada ayat tersebut, “… boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) …” Ungkapan ini, menurut al-Razi, mengandung arti juga bahwa suatu ketika orang yang dihina, diolok-olok dan direndahkan itu sangat mungkin akan menjadi orang yang justru lebih mulia dan lebih terhormat dari orang-orang yang menghina itu (Mafatih al-Ghayb, 28:132).

Kedua, al-lamz (mencela orang). Fakhruddin al-Razi mengartikan kata ini dengan “menyebutkan aib/kejelekan seseorang di depan orang lain” (Mafatih al-Ghayb, 28:131). Perbuatan ini pada dasarnya sesuai dengan realita, namun karena dikemukakan di depan orang lain, maka hal ini membuat orang itu malu dan sakit hati. Sebagai contoh, seorang murid memang bodoh. Kemudian gurunya mengatakan di depan murid-muridnya yang lain, “Kamu bodoh.” Pada dasarnya, guru ini tidak salah secara obyektif, namun hal ini tidak boleh dilakukan karena dapat menimbulkan kemarahan dan sakit hati pada anak tersebut. Atas dasar itu, Islam melarang perbuatan tersebut. Sebaliknya, Islam memerintahkan kepada kita untuk selalu menutupi aib dan kelemahan orang lain di ruang publik. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barang siapa menutupi aib orang Islam, maka Allah akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).

Ketiga, al-nabz (memberi julukan yang jelek). Ayat tersebut mengajarkan kepada kita agar tidak memberikan julukan yang jelek kepada orang lain. Misalnya, seseorang menjuluki orang lain dengan nama binatang atau dengan sebutan-sebutan lainnya yang tidak baik. Adapun menyematkan julukan/nama yang baik kepada orang lain tidaklah dilarang oleh Islam, meskipun julukan tersebut hanya sebatas penamaan dan tidak sesuai dengan realita. Sebagai contoh, seseorang boleh, bahkan dianjurkan, menyematkan nama dan julukan yang baik kepada anaknya, seperti “Anak Pintar”, “Anak Dermawan”, “Anak Baik” dll., meskipun sesungguhnya anak tersebut tidak seperti dalam julukan tersebut. Penyematan nama semacam ini merupakan bagian dari doa untuk anak tersebut.

Etika sosial di atas, meskipun terlihat sangat sederhana, namun tetap relevan dan mengena untuk situasi dan kondisi saat ini dimana banyak orang melalui media sosial saling mengolok-olok, melecehkan, mencela dan menyematkan nama/julukan jelek kepada yang lain. Sikap-sikap tersebut harus kita hindari dan sebaliknya kita sebaiknya memiliki sikap dan prilaku terpuji.

Baca Juga :Mukjizat Alquran Sepanjang Masa