Lilin Jangan Sampai Padam, Semangat Menjaga Api Indonesia
Oleh: Prof. Dr. Phil Al Makin, M.A. (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Tari lilin dari Minangkabau adalah keindahan sekaligus media pembelajaran untuk meningkatkan kebijaksanaan. Selama masa wabah Covid-19 ini, rasanya ini adalah waktu yang tepat untuk mengaitkan introspeksi perilaku masyarakat kita dengan tari lilin. Misalnya, bagaimana asal muasal secara mitologis, makna gerakan meliuk-liuk para penari dengan lilin di tangannya, dan pesan apa yang tersembunyi dalam seni itu. Jangan lupa alunan musik yang menyertai juga menggoda hati, iringan bunyi akordion, biola, gong, gitar, kenong, kendang, dan tok-tok.
Sungguh perpaduan yang mahligai: gerak, bunyi, dan selarasnya kekompakan. Tidak hanya itu, tarian itu syarat dengan nilai moral yang patut direnungkan. Syahdan, seorang putri remaja tinggal di istana Minang sedang kehilangan cincin pertunangannya di malam hari. Sang putri menggunakan lilin untuk mencari cincin itu. Gerakan sang putri tentu bermacam-macam. Dia berdiri, duduk, merunduk, berjalan, jongkok, dan melihat kanan dan kiri. Itulah asal muasal gerakan yang dikembangkan para kareografer. Tarian berdasarkan usaha pencarian sang putri atas cincinnya dengan bantuan lilin, karena masa itu belum ada listrik, atau senter batu baterei. Anggap saja selama masa Covid-19, work from home (WfH) yang sudah dua bulan, ini kita kehilangan cincin itu, berupa kebebasan dan ancaman sakit bahkan kematian. Sebagaima sang putri yang galau, kita juga sama. Jika sang putri gagal menemukan cincin, tunangannya akan marah yang bisa berakibat putus cinta. Jika kita gagal menjaga diri di rumah, virus mungkin akan mampir di banyak kerumunan. Sang putri mencari cincin di malam hari, kita menjaga diri di rumah selama dua bulan.
Itulah situasi saat ini, masa cobaan. Dalam dua bulan ini mungkin kita sudah bosan, dengan hanya bersapa handai tolan di media sosial. Ingat kita sedang menari lilin. Kita bergerak tapi juga menjaga lilin di tangan. Jelas, tidak bebas sepenuhnya, dan sudah kehilangan kebiasaan dalam sosialisasi di kantor, pergaulan di masyarakat, dan nongkrong di café atau belanja bebas di pasar. Kita rindu suasana dahulu. Kita mengingingkan suasana normal kembali. Namun, tarian masih berlangsung dan belum usai, lilin masih di tangan jangan sampai padam. Teruslah menari.
Kita masih dituntut untuk menjaga jarak, virus masih mungkin hinggap di tubuh. Tarian lilin Minangkabau hanya beberapa menit atau sejam saja, sementara tarian akibat corona sudah dua bulan. Semoga cepat berlalu. Seperti Sang Putri Minangkabau yang kehilangan cincin dan terus mencari dengan lilin, kita pun terus galau. Sang putri menari dalam pencarian, sementara kita diam di rumah untuk bertahan. Sang putri menjaga lilin, kita pun juga menjaga cahaya semangat dan mental dalam suasana sepi di rumah. Salah satu rahasia tarian lilin memang terletak pada nyala api kecil di lilin itu. Dalam beberapa pentas tarian yang sempat saya saksikan, ada beberapa penari yang tidak bisa menjaga agar api tetap menyala. Para penari asyik bergerak mengikuti irama musik dan menjaga kekompkan, api pun mati tak terasa. Tantangan para penari adalah tetap menari dengan berbagai liukan, tetapi lilinya tidak padam. Sulit bukan? Tampaknya daya juang kita kita juga begitu selama masa wabah ini. Tantangannya, bagaimana cara mengatur mental kita agar seiring dengan kebutuhan tubuh dan mental. Kita batasi kerumunan, namun kita tetap berkomunikasi. Bergaul tanpa fisik. Lilin semoga tetap menyala.
Tarian lilin dipentaskan secara berkelompok. Gerakan kompak dan selaras menjadi kunci kesuksesannya. Kita pun juga berkelompok, dalam masyarakat di rumah, di kantor, dan dalam kelompok besar sebuah bangsa dan negara. Kita sedang menari lilin secara nasional dengan panggung lebih besar dari sekedar pertunjukan. Kita juga berjuang agar tangan, kaki, dan badan tetap selaras dan kompak dengan dalam bidang ekonomi, sosial, dan agama. Selama ini, jika kita instrospeksi diri lilin sering hampir padam. Sebagaimana sebagain penari yang lupa esensi liukan, hanya asyik mengikuti musik yang indah dan pakem, lilin tertiup angin. Apakah kita sukses menari pementasan tarian lilin Minangkabau dalam kehidupan bangsa? Bisa iya dan bisa tidak. Kalau dilihat dari statistik Asia Tenggara, ternyata korban Covid-19 di Indonesia menempati urutan teratas. Bisa saja dibuat pledoi untuk menghibur diri.
Misalnya, wajar saja, tidak lah mudah mengatur penduduk dengan jumlah terbanyak, lebih rumit daripada menjaga penduduk dengan jumlah sedikit dan homogen. Wilayah yang luas juga tidak mudah dikendalikan. Indonesia memang sebanding dengan Filipina, tidak dengan Singapura, Malaysia, atau Vietnam dari segi kemajemukan budaya dan penduduk. Angka kematian seribu (ketika tulisan ini dibuat), dibandingkan angka kematian seluruh dunia dua ratus delapan puluh ribu, bukanlah angka yang sangat mengancam. Namun, kematian bukan soal statistik. Kematian adalah hilangnya nyawa manusia, bukan sekadar naik atau turunnya grafik. Amerika Serikat menempati urutan teratas dalam kasus corona juga korban kematian akibat Covid-19. Delapan puluh lima ribu nyawa terenggut di AS. Inggris Raya kehilangan tiga puluh tiga ribu nyawa. Indonesia seribu. Banyak penjelasan, tetapi yang jelas baik AS atau Inggris Raya diperintah oleh faksi konservatif yang mengutamakan populisme. Terutama di AS, presiden Donald Trump banyak membuat kontroversi dengan melawan logika sains dan kedokteran.
Dalam video yang banyak menjadi anekdot sang presiden itu menyarankan suntikan pasien corona dengan disinfektan. Tentu ini dicemooh banyak orang Amerika sendiri. Tampaknya, walaupun sebagai negara adidaya dengan hadiah Nobel terbanyak di bumi, penelitian terhebat di dunia, dan universitas-universitas termasyhur, tidak berkutik ketika pemerintahan dipegang oleh mereka yang tidak percaya sains itu sendiri. Indonesia tidak perlu meniru sisi ini. Ingat kita sedang menari di panggung nasional, menjaga keseimbangan, mengikuti kekompakan gerak, dan berhati-hati agar lilin tetap menyala. Angin mungkin berhembus, namun tetap yakinlah kita.
Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Lilin Jangan sampai Padam, Semangat Menjaga Api Indonesia",