Sidang Isbat dan Kriteria Baru
Oleh: Prof. Susiknan Azhari (Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suka dan Direktur Musem Astronomi Islam)
Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab dan rukyat. Di sisi lain kepastian yang dihadirkan bersifat "semu" karena belum memberi kepastian dalam konteks manajemen waktu. Dalam penentuan awal Ramadan 1443 H Kementerian Agama Republik Indonesia akan menggelar sidang isbat pada hari Jum'at Pahing 1 April 2022.
Sementara itu pada tanggal 24 Rajab 1443/25 Februari 2022 Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, Kamaruddin Amin mengirim surat kepada lembaga-lembaga di lingkungan Kementerian Agama RI, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Badan Riset dan Inovasi Indonesia, Badan Peradilan Agama, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Lembaga Hisab Rukyat seluruh Indonesia perihal "pemberitahuan penggunaan kriteria imkanur rukyat MABIMS baru".
Patut diketahui kehadiran kriteria imkanur rukyat MABIMS dilandasi keinginan kolektif agar terwujud kebersamaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadan di serantau (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapore). Semula kriteria imkanur rukyat MABIMS mensyaratkan untuk menentukan awal bulan kamariah harus terpenuhi 3 syarat, yaitu ketinggian hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. Dalam perjalanannya kriterta ini dianggap kurang sesuai fakta di lapangan. Akhirnya semua negara anggota MABIMS bersepakat untuk memperbaiki dengan kriteria baru, yaitu ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6.4 derajat.
Dalam merespons surat Dirjen Bimas Islam tersebut ada pendapat yang berkembang bahwa "kriteria baru" akan diimplementasikan ketika sidang isbat awal Ramadan 1443 H. Apakah pandangan ini sesuai semangat yang tertuang dalam surat?. Jika dicermati dan ditelaah secara saksama isi surat maka secara tersurat tidak ditemukan kalimat yang secara tegas menyebutkan akan memberlakukan kriteria baru dalam sidang isbat awal Ramadan 1443 H. Pada surat tersebut semangatnya lebih mengarah kepada sosialisasi kriteria imkanur rukyat baru MABIMS.
Dalam surat tersebut hanya dinyatakan bahwa kriteria imkanur rukyat baru MABIMS akan digunakan "di Indonesia pada tahun 2022". Artinya secara tersirat terkandung makna bahwa perubahan dari kriteria lama menuju kriteria baru dapat dilakukan pada bulan Ramadan, Syawal, Zulkaidah, Zulhijjah 1443 H, Muharam hingga Jumadil Akhir 1444 H. Kesemua bulan ini masih berada pada tahun 2022. Selanjutnya menurut hemat kami, pilihan perubahan di tengah jalan akan mengakibatkan kekacauan dalam sistem kalender Islam yang sudah dicetak dan beredar di tengah masyarakat.
Dalam kondisi seperti sekarang ini akan lebih maslahat perubahan dilakukan pada awal Muharam 1444 H. Pilihan ini memiliki makna historis dan tidak menyalahi kesepakatan bersama. Secara teoritis berdasarkan data hasil perhitungan dari berbagai sistem kalender Islam yang berkembang di Indonesia menyebutkan awal Muharam 1444 H jatuh pada hari Sabtu Pahing 30 Juli 2022. Semangat kebersamaan dalam memulai perubahan lebih utama daripada perubahan diawali dengan perbedaan.
Sebaliknya jika perubahan kriteria baru dipaksakan pada sidang isbat awal Ramadan 1443 H maka banyak masalah yang dihadapi. Pertama perbedaan awal Ramadan 1443 H tidak bisa dihindari. Dalam Temu Kerja Hisab Rukyat di Yogyakarta pada tahun 1441 H/ 2020 M berdasarkan 27 (dua puluh tujuh) sistem yang digunakan baik tradisional maupun kontemporer diputuskan awal Ramadan 1443 H jatuh pada hari Sabtu Pon 2 April 2022. Dengan adanya perubahan kriteria baru secara otomatis hasil perhitungan Temu Kerja 1441/2020 yang menjadi acuan bersama tidak memenuhi syarat yang ditentukan sehingga awal Ramadan 1443 jatuh pada hari Ahad Wage 3 April 2022.
Persoalan kedua, posisi keberhasilan rukyat. Berdasarkan data hisab tanggal 29 Syakban 1443 H jatuh pada hari Jum'at Pahing 1 April 2022. Pada sore hari akan dilakukan rukyat. Sekiranya pada malam Sabtu ada yang berhasil melihat hilal apakah akan diterima di Sidang Isbat? Tentu saja tidak diterima jika konsisten dengan kriteria baru. Akibatnya timbul pertanyaan mengapa harus melakukan rukyat kalau hasilnya pasti ditolak. Bagi pihak tertentu bisa juga berargumentasi apapun yang terjadi rukyat harus dilakukan karena merupakan sunnah nabi dan juga bisa digunakan sebagai sumber data.
Tak kalah penting persoalan ketiga terkait sosialisasi kepada pihak lain terutama Peradilan Agama yang akan melakukan sidang di lapangan untuk mengesahkan hasil rukyat. Tentu saja diperlukan pedoman dan SOP baru sesuai kriteria baru yang akan digunakan sehingga para hakim dalam melakukan isbat memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak timbul masalah di kemudian hari. Problem-problem yang muncul dan keterbatasan waktu sosialisasi penggunaan kriteria baru untuk dijadikan landasan penetapan awal Ramadan 1443 H hendaknya menjadi renungan bagi Menteri Agama RI Yaqut Cholil Coumas.
Meskipun demikian kebijakan akhir ada di tangan Menteri Agama RI. Apakah kebersamaan awal Ramadan 1443 H yang akan diutamakan (al-Maslahah al-Ammah muqaddamun ala al-Maslahah al-Khassah) dengan mengacu hasil Temu Kerja Tahun 2020 di Yogyakarta dan masukan para ahli hisab rukyat di Serpong pada hari Selasa-Rabu 21-22 Rajab 1443/22-23 Februari 2022 atau perbedaan awal Ramadan 1443 H yang akan dipilih dengan menggunakan kriteria baru MABIMS sebagai tindak lanjut kesepakatan bersama negara-negara anggota MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapore).