MAROKO DAN KALENDER ISLAM GLOBAL ( Prof. Dr. Susiknan Azhari)
Kerajaan Maroko (Al-Mamlakah Al-Maghribiyyah) merupakan negara yang terletak di ujung utara bagian barat benua Afrika. Membentang luas dari utara, berbatasan dengan laut mediterania dan dari barat oleh Samudera Atlantik. Dipisahkan dari benua Eropa oleh selat Gibraltar (14 km). Sekaligus berbatasan dengan Mauritania di sebelah selatan dan Aljazair di sebelah timur. Maroko terkenal dengan sebutan "negara matahari terbenam" atau "negara seribu benteng". Ibu kota Maroko adalah Rabat. Luas wilayah Maroko sekitar 446.550 km2. Negara Maroko memiliki banyak kota besar dan bersejarah. Salah satunya adalah kota Fez. Kota ini disebut sebagai kota pendidikan. Suasananya mirip kota Yogyakarta. Di kota Fez terdapat kampus tertua di dunia yaitu Universitas Al-Qarawiyyin yang didirikan pada tahun 244 H/859 M oleh Fatimah Al-Fihri.
Destinasi lain bagi wisatawan yang berkunjung ke Maroko, khususnya dari Indonesia adalah kota Rabat. Kota Rabat merupakan ibukota Maroko. Setiap Warga Negara Indonesia yang berkunjung ke Maroko dalam rangka tugas negara berkewajiban lapor diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berada di Kota Rabat. Di kota Rabat ditemukan Jalan Soekarno (Syari Soekarno/Avenue Soekarno) yang terletak disamping Kantor Pos terbesar di Maroko yang berdekatan dengan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Maroko. Nama Soekarno diabadikan sebagai salah satu nama jalan untuk menghormati jasa Presiden Soekarno dalam menggalang kekuatan negara-negara dunia ketiga dalam Konferensi Asia Afrika 1374 H/1955 M di Bandung Jawa Barat. Di kota Rabat salah satu destinasi yang wajib dikunjungi adalah Kasbah Udaya atau benteng Udaya yang kini tercatat sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.
Selain kota Fez dan Rabat, kota besar lainnya adalah Casablanca. Di kota ini terdapat bandara internasional bernama Mohammed V International Airport. Bandara ini merupakan bandara terbesar di Maroko yang akan menghubungkan ke berbagai penerbangan domestik dan internasional. Casablanca merupakan kota modern yang didominasi oleh budaya kolonial Perancis. Dalam bahasa Arab, kota ini disebut dengan Dar Al-Bayda, sedangkan dalam bahasa Berber disebut dengan Anfa. Secara geografis, Casablanca terletak di tepi Samudra Atlantik, wilayah barat laut Maroko. Dengan Rabat, Casablanca berjarak sekitar 87 km di sebelah barat.Para wisatawan yang berkunjung ke Casablanca wajib mengunjungi masjid Hassan II. Masjid ini merupakan masjid terbesar di Maroko yang tampak menjulang tinggi dari Samudra Atlantik.Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1406 H/1986 M. Seluas 9 ha atas perintah Raja Hassan II dan pada tahun 1413 H/1993 M, resmi digunakan dan dibuka untuk masyarakat umum.
Patut diketahui, mayoritas penduduk Maroko beragama Islam. Paham keagamaan didominasi madzab Maliki, khususnya persoalan hukum keluarga. Setiap masjid dibuka satu jam menjelang azan dikumandangkan dan selesai salat ditutup kembali. Ketika waktu salat tiba masjid dibuka. Para jamaah masuk dan mengambil wudlu. Tradisi wudlu di Maroko berbeda dengan tempat yang lain. Di Maroko seseorang ketika hendak berwudlu mula pertama mengambil air menggunakan timba kecil. Setelah itu air yang berada di timba digunakan untuk membasuh muka, kedua tangan, dan kedua kaki. Hal ini dilakukan untuk menghemat penggunaan air. Begitu pula tradisi penggunaan listrik. Bagi masyarakat muslim di Maroko penggunaan listrik disesuaikan kebutuhan. Jika malam telah tiba dan tidak ada aktivitas yang memerlukan listrik maka semua aliran listrik di kamar-kamar dimatikan. Tradisi menghemat air dan listrik ini bisa menjadi inspirasi bagi umat Islam se dunia.
Kaitannya dengan pemikiran kalender Islam global, Maroko memiliki peran penting dan terlibat dalam berbagai pertemuan internasional. Pertama menjadi tuan rumah pada "Experts Meeting to Study the Subject of Lunar Month's Calculation among Muslims" tanggal 17-18 Syawal 1427 H/9-10 November 2006 M. Pertemuan ini mengambil kesimpulan "radikal" bahwa rukyatul hilal sudah tidak diperlukan lagi, sebagaimana dikatakan Khalid Shaukat, "sighting is not necessary". Kedua menjadi tuan rumah pada "Second Experts' Meeting for the Study of Establishment of Islamic Calendar (Ijtima al-Khubara' al-Tsani Dirasat Wadh at-Taqwim al-Islamy) yang diselenggarakan oleh ISESCO di Rabat Maroko pada tanggal 15-16 Syawal 1429 H/15-16 Oktober 2008 M. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa pemecahan problematika penyatuan kalender Islam di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat. Selanjutnya hasil Temu Pakar II menegaskan syarat-syarat kalender hijriah global dan tentang usulan empat kalender untuk diseleksi menjadi kalender hijriah global.
Empat kalender yang diusulkan adalah (1) Kalender al-Husain Diallo, (2) Kalender Libya, (3) Kalender Ummul Qura, (4) Kalender Hijriah Terpadu. Kalender Diallo digagas oleh Al-Husain Diallo dari Republik Guinea, sebuah negara muslim di Pantai Barat Afrika. Menurutnya jika ijtimak terjadi sebelum zawal di Mekah maka Timur Tengah dan sekitarnya serta kawasan yang pada saat itu dapat melihat hilal besoknya memasuki awal bulan. Konsep ini dianggap kurang implementatif. Akhirnya diperbaiki bahwa apabila ijtimak terjadi sebelum pukul 12.00 Waktu Mekah maka seluruh dunia memasuki bulan baru esok hari. Namun jika ijtimak terjadi setelah pukul 12.00 Waktu Mekah maka bulan berjalan digenapkan 30 hari (istikmal) dan bulan baru dimulai lusa di seluruh dunia. Sementara itu Kalender Libya menggunakan hisab hakiki dengan kriteria awal bulan berdasarkan ijtimak qabla al-fajr di perbatasan sebelah timur Libya. Dengan kata lain jika di perbatasan paling timur Libya ijtimak terjadi sebelum fajar maka seluruh Libya memasuki bulan baru pada hari itu. Sebaliknya jika ijtimak terjadi setelah fajar maka bulan baru dimulai pada fajar berikutnya.
Dalam konteks mewujudkan kalender Islam terpadu, konsep ijtimak qabla al-fajr diglobalkan dari wilayah Libya paling timur menjadi batas paling timur bola bumi. Konsep ini kemudian menjadi salah satu parameter tambahan dalam kalender Islam global Turki 1437/2016. Selanjutnya kalender Ummul Qura, kriteria yang digunakan dalam penentuan awal bulan kamariah mengalami perubahan lima kali, yaitu (1) Tahun 1345-1369 H/1927-1950 M menggunakan rukyat (rukyat ke rukyat), (2) Tahun 1369-1392 H/1950-1973 M menggunakan kriteria ketinggian hilal 9 derajat setelah Magrib, (3) Tahun 1392-1418 H/ 1973-1998 M menggunakan kriteria ijtimak sebelum pukul 00.00 UT, konsep ini diadopsi sebagai salah satu parameter dalam kalender Islam global Turki (4) Tahun 1419-1421 H/1999-2001 M menggunakan kriteria moonset after sunset di Mekah semata tanpa ijtimak, dan (5) Tahun 1422 H/ 2002 M sampai sekarang menggunakan kriteria wiladatul hilal. Terakhir Kalender Hijriah Terpadu. Kalender ini didasarkan atas penerimaan konsep hari yang telah digunakan secara universal dan awal bulan baru dimulai apabila ijtimak terjadi sebelum pukul 12.00 Waktu Universal (GMT). Jika terjadi setelah pukul 12.00 Waktu Universal maka bulan berjalan digenapkan 30 hari (istikmal) dan awal bulan baru dimulai lusa di seluruh dunia.
Selain sebagai tuan rumah, Maroko juga melahirkan pemikir dan tokoh penting tentang kalender Islam global. Ia adalah Jamaluddin Abd ar-Raziq (dalam ejaan Perancis ditulis Jamal Eddine Abderrazik). Lahir di Maroko dan wafat pada tanggal 4 Rabiul Akhir 1441 H/02 Desember 2019 M. Jamaluddin berasal dari keluarga ahli falak. Pamannya Muhammad Ibn Abdul Ibn Abderrazik al-Andalusi merupakan salah seorang ahli falak dan tokoh berpengaruh di Maroko. Menurut Syamsul Anwar, Jamaluddin adalah penemu pertama konsep kalender global hijriah tunggal dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Gagasan ini tertuang dalam karya monumentalnya berjudul "at-Taqwim al-Qamari al-Islami al-Muwahhad(diterbitkan oleh Penerbit Marsam, Rabat, 2004). Ide tentang satu hari satu tanggal di seluruh dunia disampaikan dalam berbagai forum internasional dan memperoleh dukungan dari para tokoh, seperti Khalid Shaukat dan Mohibullah Durani. Puncaknya gagasan Jamaluddin tentang kalender Islam global tunggal dikaji dalam Konferensi di Turki pada tahun 1437/2016. Hasilnya konsep yang dikembangkan Jamaluddin sangat mewarnai kalender Islam global tunggal yang kini dikembangkan di dunia.
Wa Allahu A'lam bi as-Sawab