Rektor Menekankan Peran ToT Penguatan Moderasi Beragama dalam Memperkuat Kesadaran Pluralisme dan Multikulturalisme di Indonesia

Training of Trainers (ToT) Penguatan Moderasi Beragama yang diselenggarakan oleh UIN Sunan Kalijaga resmi ditutup pada Senin malam, 28 Oktober 2024 setelah mengikuti program selama lima hari dan di penghujung kegiatan peserta berjuang keras dalam Ujian Micro Learning. Hadir dalam acara penutupan yang digelar di Hotel Platinum Yogyakarta tersebut, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Noorhaidi Hasan, Wakil Rektor, serta segenap pimpinan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga.

Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi kepada peserta Training of Trainers (ToT) moderasi beragama yang terdiri dari dosen berbagai fakultas di UIN Sunan Kalijaga. Beliau mencatat antusiasme, kebahagiaan, dan semangat yang ditunjukkan oleh peserta selama program ini. Ia berharap beberapa peserta dapat melanjutkan ke ToT Instruktur Penguatan Moderasi Beragama. Ia juga menyambut gembira keberhasilan 30 peserta yang telah menyelesaikan ToT ini dengan baik, dan mendorong mereka untuk menjadi pelopor moderasi di lingkungan mereka serta menularkan nilai-nilai tersebut kepada dosen lain yang belum memiliki kesempatan mengikuti kegiatan serupa.

“Namun yang lebih penting dari kegiatan ini adalah bagaimana kita dapat membangun atmosfer pendidikan yang lebih terbuka dan menghargai perbedaan, serta menerima kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang plural dan multikultural. Saya kira hal tersebut yang harus ditanamkan kepada para peserta didik” ungkapnya

Lebih lanjut, Prof. Noorhaidi menegaskan bahwa moderasi beragama merupakan wilayah strategis bagi Kementerian Agama, yang dibangun dengan pondasi utama untuk menjaga dan mengawal kerukunan umat beragama. Di tengah perkembangan dunia yang semakin kompleks, dengan globalisasi, mobilitas, dan perubahan sosial yang signifikan, persaingan di antara warga Indonesia dan global juga semakin ketat. Hal ini memicu berbagai ketegangan dan konflik antar individu maupun kelompok, yang jika diwarnai oleh nuansa keagamaan, dapat bermuara pada konflik beragama.

“Ketika konflik tersebut menyentuh aspek agama, pihak yang terlibat sering kali tidak ragu untuk melakukan kekerasan atas nama Tuhan, bahkan memanfaatkan agama untuk provokasi. Dimensi keagamaan ini dapat menciptakan framing yang kuat, yang mampu menggugah emosi dan kemarahan banyak orang untuk beraksi secara kolektif. Hal ini terlihat jelas dalam konflik yang pernah terjadi di Maluku, Ambon berdarah-darah” tegasnya.

Sosok akademisi dan juga peneliti ini juga berbagi pengalaman saat melakukan penelitian di laskar jihad di Ambon, di mana suara tembakan mengiringi perjalanannya. Ketika memasuki hotel yang dijaga tentara, ia melihat bekas peluru di sekeliling kamar. Keinginannya untuk mendapatkan data yang akurat membuatnya berani melewati garis demarkasi. Hal ini menunjukan bahwa konflik agama sangat serius, dapat menyebabkan orang saling membunuh tanpa mengenal saudara, dan nuansa agama sering kali membuat situasi menjadi sangat mencekam. “Tentu kita semua tidak ingin kejadian itu terulang kembali, kita jaga bersama-sama supaya tetap utuh. Sementara tantangan semakin kompleks” ujarnya.

Di hadapan para tamu undangan dan peserta, figur karismatik tersebut menyatakan bahwa pondasi kewargaan merupakan elemen fundamental yang seharusnya menopang negara, sehingga dapat berdiri tegak dalam mengawal perjalanan republik ini. Ia menegaskan bahwa sebuah negara yang mampu berdiri kokoh di atas prinsip kewargaan tidak seharusnya membeda-bedakan agama, jenis kelamin, suku, dan sejenisnya, melainkan harus menghargai dan merangkul semua perbedaan sebagai bagian dari kesatuan yang lebih besar.

Menurutnya, bangsa modern yang dicita-citakan bersama yang bisa mewujudkan kedamaian, kesejahteraanm keadilan, dan seterusnya dapat diwujudkan bersama-sama. “Tetapi cita-cita besar tersebut harus kita seriusi dan perkuat bersama-sama agar Indonesia dapat berdiri tegak dan semakin maju menuju Indonesia Emas 2045” pungkasnya

Perlu diketahui, Training of Trainers (ToT) Penguatan Moderasi Beragama ini merupakan bagian dari program percepatan implementasi internalisasi moderasi beragama bagi ASN Kementerian Agama. Dalam kegiatan ini, para fasilitator yang tergabung dalam Instruktur Nasional Moderasi Beragama, antara lain Dinamaya, IDede Kurniasih, dan Efa Ainul Falah, memberikan pelatihan mengenai moderasi beragama serta teknik fasilitasi selama lima hari.

Para peserta, yang terdiri dari dosen-dosen terkemuka, mengikuti pelatihan dengan penuh semangat dalam suasana yang komunikatif, interaktif, dan atraktif. Hal ini menjadikan pelatihan ini sangat dinamis. Salah satu fasilitator bahkan menyatakan bahwa ToT yang diselenggarakan oleh UIN Sunan Kalijaga bekerja sama dengan Pusdiklat ini adalah salah satu yang terbaik, mengingat antusiasme dan penerimaan yang luar biasa dari semua peserta, termasuk mereka yang telah berstatus Guru Besar, namun tetap menunjukkan dedikasi tinggi dalam mengikuti kegiatan ini.

Nur Hapsari, salah satu peserta ToT menyampaikam, setelah mengikuti kegiatan ToT Penguatan Moderasi beragama merasa adanya keterbukaan pola pikir yang baru. Ia menyadari bahwa moderasi beragama tidak hanya relevan untuk dialog antaragama, tetapi juga penting dalam memahami perbedaan dalam satu agama.

Dalam kesempatan lain, Dr. Zamakhsari mewakili peserta mengungkapkan rasa terima kasih kepada Rektor atas fasilitasi yang diberikan dalam Training of Trainers (ToT) Moderasi Beragama, yang memungkinkan mereka mengikuti program tersebut dengan semangat. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Kapusdiklat Kemenag RI yang telah mengirimkan narasumber dan fasilitator terbaik, serta kepada panitia yang selalu siap memberikan pelayanan. Ia menilai bahwa kegiatan ToT ini telah memberikan perspektif luas mengenai moderasi beragama, dan manfaatnya dirasakan tidak hanya untuk diri mereka, tetapi juga bagi UIN Sunan Kalijaga, Kemenag, dan masyarakat Indonesia. Ia dan para peserta optimis akan lulus dan siap menebarkan moderasi beragama secara mandiri, serta berharap untuk diberdayakan dalam kegiatan pelopor dan sosialisasi, dan meminta rekomendasi untuk penjenjangan ungkapnya. (tim humas)