3 Tawaran Sikap Qurani Hadapi Perubahan Sosial Covid-19
Covid-19 telah merenggut banyak nyawa, sehingga menjadi permasalahan dunia. Setiap negara berlomba untuk menghentikan penyebarannya. Di sisi lain, manusia banyak yang cemas karena keterlambatan pemerintah mereka dalam memberantas virus setelah mereka berpikir perkembangan ilmiah dan teknologi akan mengakhirinya. Negara-negara besar yang secara ekonomi dan finansial memiliki potensi luar biasa, tampak tidak mampu menghadapi makhluk yang sangat kecil itu.
Kondisi sulit ini sangat mempengaruhi tata kehidupan sosial, banyak orang kehilangan pekerjaannya, antara individu sosial masyarakat mengalami hambatan dalam berkomunikasi, proses belajar-mengajar mengalami banyak kendala. Fenomena seperti ini sudah barang tentu akan menimbulkan perubahan sosial(social change)termasuk merubah prilaku manusianya.
Dalam berbagai literatur sosiologi disebutkan bahwa social change atau perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya. Perubahan ini mencakup nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku (Prof Selo Soemardjan).
Perubahan tersebut bisa terjadi secara evolusi ataupun revolusi, berdasarkan perencanaan ataupun tanpa perencanaan. Pengaruh perubahannya bisa bersekala kecil ataupun bersekala besar. Di samping itu dampak dari perbuhan itu bisa positif dan bisa negatif.
Dengan memperhatikan teorisocial change,makaCovid-19termasuk perubahan sosial secara revolusi, karena dalam waktu relatif singkat corona bisa merubah tatanan sosial bukan berskala nasional, tetapi serentak berskala dunia.
Banyak negara tidak berdaya menghadapinya, sosial ekonomi mandeg atau turun drastis, karena corona datang secara tiba-tiba, tidak bisa diprediksi dan tidak bisa direncanakan sebelumnya. Pengaruhnya pun berskala besar karena seluruh sektor kehidupan sosial kelimpungan. Sehingga sangat berdampak terhadap perilaku sosial, baik positif maupun negatif.
Henndy Ginting, ketua Kompartemen Pengembangan Asosiasi/Ikatan PP HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) berpendapat bahwa Covid-19 akan mengubah perilaku manusia mencakup perilaku hidup sehat, perilaku menggunakan teknologi, perilaku dalam pendidikan, perilaku menggunakan media sosial, perilaku konsumtif, perilaku kerja, dan perilaku sosial keagamaan.
Manusia akan semakin terbiasa menjaga pola hidup sehatnya, makan yang bergizi, senang berolahraga, dan rajin memeriksa kesehatannya secara teratur. Selanjutnya manusia akan terbiasa menggunakan teknologi digital untuk alat komunikasi, alat produksi dan kebutuhan lainnya. Dalam bidang pendidikan, pengajar dan peserta didik akan terbiasa menggunakan media pembelajaran jarak jauh, misalnya email,WAG, Google Meet, Zoom,dangoogle classroom.Namun di sisi lain manusia akan dibanjiri informasi yang belum jelas kebenarannya.
Mereka akan memilih hidup lebih sederhana, dengan hanya membeli barang-barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Karyawan yang berada pada kelompok middle income ke atas biasanya melakukan saving sebelum dan selama masa pandemik.
Apabila kelompok ini kehilangan pekerjaan, mereka akan mencari peluang untuk pengembangan diri. Masyarakat menjadi lebih sadar tentang makna ritual keagamaan dan kaitannya dengan kematangan spiritual dengan memandangnya sebagai proses mencari sesuatu yang lebih utama dan bermakna.
Sejarah mengingatkan kita, bahwa pada abad ke-14 telah terjadi pandemi yang dahsyat, disebutblack death (wabah hitam) yang konon telah membunuh sepertiga penduduk benua Eropa. Demikian pula Perang Dunia telah menghancurkan Jepang, Jerman, dan negara-negara lainnya, namun negara-negara yang dilanda musibah itu ternyata telah mampu menghadapinya dan bisa bangkit, sehingga musibah yang dialaminya itu menjadi enerji positif kebangkitan sosial, politik, ekonomi dan lainnya.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’du: 11)
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Yang demikian itu sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” ( QS al-Anfal: 53)
Perubahan sosial merupakan salah satu aspek kehidupan yang senantiasa ada tanpa berhenti karena tunduk kepada Sunnatullah. Banyak sekali ayatAlquranyang menginformasikan adanya perubahan, sebagaimana firman Allah SWT:
أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Ankabut: 19)
Ayat ini menjelaskan betapa mudah bagi Allah SWT mengubah atau mengganti fenomena kehidupan manusia, dari tidak ada menjadi ada dan menjadi tidak ada lagi. Sehingga Muhammad Abduh mengungkapkan perubahan itu sebagai sunnatullah (kebiasaan Allah) yang berhubungan dengan tabiat manusia.
Syekh Saīd Ramadhan Al Būthī juga menjelaskan bahwa sikap kita terhadap Allah harus sesuai dengan perintah-Nya (taat dan beriman sepenuhnya kepada Allah). Sikap kita terhadapsunatullahharus sesuai dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan oleh-Nya sebagai asas keteraturan alam.
Oleh: Prof. Dr. Syihabuddin Qalyubi, Lc., MA., (Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Suka)
(Tulisan ini telah tayang di Republika.co.id)