HIKMAH IBADAH HAJI ( PROF. DR.PHIL.SAHIRON, MA)

Kita telah mengetahui semua bahwa haji adalah rukun Islam kelima, yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang telah mampu baik secara fisik maupun finansial. Dalam Q.S. Ali Imran: 97: “Dan (di antara kewajiban) manusia kepada Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”. Seandainya kita merenungi ibadah haji tersebut, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa ibadah tersebut mengandung beberapa hikmah, berikut ini:
Pertama, pentingnya niat dalam beribadah dan berprilaku
Kalau kita perhatikan, serangkaian ritual haji, seperti thawaf, sa‘i, wuquf, lempar jumrah dll., yang seandainya tidak diawali dengan niat, maka ritual-ritual itu tampak/seakan-akan main-main semata. Namun, karena ada niat melaksanakan perintah Allah Swt., maka hal-hal tersebut menjadi bernilai ibadah. Ini menunjukkan bahwa niat dalam beribadah dan bahkan berprilaku mempunyai kedudukan yang sangat penting. Dalam hal niat tersebut, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu harus disertai dengan niat dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan (ketika melakukan amal perbuatan)…” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan atas hadis tersebut, dapat kita katakana bahwa bernilai atau tidaknya amal perbuatan kita itu tergantung pada niat kita. Thawaf, sa‘i, wuquf, lempar jumrah dll. Itu menjadi amal ibadah karena ada niat mengamalkan perintah Allah Swt. Bahkan, amal perbuatan yang tampak bukan ibadah, seperti makan dan minum, itu bias bernilai ibadah apabila kita niatkan secara baik, seperti menjaga kesehatan badan dan memiliki kekuatan untuk melaksanakan ibadah.
Kedua, persamaan derajat manusia di depan Allah Swt.
Dalam ibadah haji, semua orang, tanpa memandang pangkat, kekayaan, asal-usul dan warna kulit, melakukan ritual yang sama. Mereka menggunakan pakaian ihram yang sama. Begitu juga, mereka semua melakukan ritual-ritual yang sama, seperti thawwaf, sa‘i, wuquf di Arafah dan lempar jumrah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia di depan Allah itu sama derajatnya. Perbedaan derajat tidak diukur dari keturunan, pangkat/jabatan, kesukuan, warna kulit, jenis kelamin dan strata/tingkatek onominya. Yang membedakan mereka adalah ketaqwaan mereka kepada Allah. Allah Swt berfirman: “Wahai umat manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti …” (Q.S. al-Hujurat: 13)
Ketiga, ibadah haji dapat mempererat tali persaudaraan antarumat Islam
Dalam ibadah haji, umat Islam dari segala penjuru dunia berkumpul dan bertemu di Makkah dan Madinah serta daerahsekitarnya. Di antara hikmah dari pertemuan ini adalah bahwa umat Islam dapat saling mengenal satu dengan yang lain dan mempererat hubungan silaturrahim serta ukhuwwah Islamiyyah. Mempererat silaturrahim dan persaudaraan ini sangat dianjurkan oleh Islam. Nabi Muhammad saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka bersilaturrahimlah.” (H.R. al-Bukhari)
Keempat, dengan ibadah haji, kita dapat memperkuat kesadaran atas keberagaman pemahaman keagamaan dan variasi budaya
Ketika para jama’ah haji yang berasal dari berbagai macam daerah dan Negara itu bertemu saat menunaikan ibadah haji, tentunya masing-masing akan mengetahui bahwa di antara mereka ada yang bermadzhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, Hanafi dll. Di luar madzhab Sunni, sebagian orang bermadzhab Syi‘ah dan lain-lain. Mereka semua melaksanakan ibadah sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Dari sisi budaya, mereka juga berbeda-beda. Demikian juga dari segi tradisi keseharian mereka. Semua ini pasti beragam dan berbeda. Meskipun demikian, mereka semua beragama Islam. Perbedaan semacam ini harus disadari oleh kita, sehingga kita mampu saling menghormati dan bersikap toleran kepada orang lain yang mempunyai paham keagamaan dan budaya yang berbeda. Kita tidak boleh saling menghina karena perbedaan tersebut. Allah berfirman: “Dan berpegang teguhlah semuanya dengan tali/agama Allah (hablullah) dan janganlah bercerai berai …” (Q.S. Ali Imran: 103)
Kelima¸ ibadah haji sebagai sarana pengembangan wawasan
Orang-orang yang telah menunaikan haji selayaknya mempunyai wawasan yang lebih luas karena, ketika mereka menunaikan ibadah haji, mereka telah bertemu dan bertukar pikiran dengan banyak orang tentang berbagai macam hal, baik yang terkait dengan ibadah mahdlah, maupun yang lainnya. Dengan hal ini, kita mendapatkan wawasan keilmuan dan pengalaman yang lebih luas dari sebelumnya.
Keenam, ibadah haji dapat meningkatkan kesabaran
Saat melaksanakan ibadah haji, kita mungkin merasakan letih dan lelah. Selain itu, kita juga kadang menghadapi hal-hal yang membuat kita marah dan jengkel kepada orang lain. Namun, kita diperintahkan oleh Allah untuk selalu bersabar dan menahan amarah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ibadah haji kita dididik oleh Allah agar mampu mengendalikan emos kita. Allah berfirman: “(Musim) haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji (pada bulan-bulan ini), maka janganlah berkata jorok, berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!” (Q.S. al-Baqarah:197). Tentunya, ketahanan emosional dan kesabaran ini seharusnya juga kita miliki dalam mengarungi kehidupan ini, dan bukan hanya ketika haji.

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler