Kualitas Siaran Buruk, Penonton Kabur
Prof. Iswandi berfoto bersama dengan gaya Salam Komunikasi pada acara FGD Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Iswandi Syahputra mengatakan, Siaran televisi semakin ditinggalkan oleh masyarakat, bukan semata tergeser oleh kehadiran Medsos ataupun TV digital. Tetapi dikarenakan oleh semakin buruknya kualitas siaran televisi. Lembaga televisi membutuhkan hasil riset indeks kualitas siaran. Lembaga televisi juga perlu terus mendapatkan kritikan dan masukan agar dapat berpikir keras untuk memproduksi konten-konten siaran yang berkualitas dan mencerdaskan masyarakat. Masyarakat juga perlu mendapatkan diseminasi tentang kualitas konten siaran televisi agar dapat memilih konten siaran televisi yang berkualitas. Selama ini yang terjadi, jika ada satu acara yang ratingnya tinggi, semua televisi berlomba membuat acara serupa. Nggak ada inovasi membuat konten siaran yang mendidik dan mencerdaskan. Program-program televisi juga masih berkiblat pada lembaga riset AC. Nielsen, yang nota bene mengacu pada hukum pasar. Inilah yang mengakibatkan kualitas konten siaran televisi belum ada peningkatan yang lebih baik. Jika lembaga televisi tidak segera berubah, masyarakat akan kabur meninggalkan pertelevisian. KPI dan perguruan tinggi hendaknya bisa menjadi pencerah agar pertelevisian Indonesia tetap bisa eksis dengan pemproduksi konten-konten siaran yang berkualitas, mendidik, mencerdaskan, dan mempersatukan geragaman Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Prof. Iswandi saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD) Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi yang diselenggarakan oleh KPI bekerja-sama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, di Hotel Harper Malioboro, Jl. Mangkubumi, Yogyakarta, 27/5/2021. Adenda ini juga dihadiri Dekan Fakultas Sosial dan Humaniora, Dr. Mochamad Sodik, M. Si., Drs. Bono Setyo, M. Si., (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi), selaku pengendali lapangan pelaksanaan kerja-sama riset menjelaskan, kerja-sama riset indeks kualitas siaran televisi antara KPI dengan UIN Sunan Kalijaga ini sudah berlangsung selama tujuh tahun. Bersamaan dengan itu, KPI juga melakukan kerja sama dengan 12 perguruan tinggi seluruh Indonesia. Ada 8 konten acara televisi yang dianalisis dan dikritisi oleh informan (panel ahli) yang terdiri dari para dosen dan ahli komunikasi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan praktisi). Delapan acara tersebut yakni: Berita, Tolkshow, Sinetron, Variety Show, Reliqi, Program acara Anak, Wisata Budaya, dan Infoteinment dari Lembaga Televisi SCTV, RCTI, Net-TV, Tv-One, Trans-7, Indosiar, TVRI, Kompas TV, RTV, Metro TV, I-News TV, Trans TV, MNC Tv, G TV, Global TV. Sementara kriteria kualitas siaran didasarkan pada kategori: tidak mengandung unsur Sara, tidak merendahkan harkat dan martabat manusia, tidak mengandung unsur kekerasan, tidak mengandung unsur pornografi, berdasarkan fakta, menyajikan fakta secara berimbang, menjunjung tinggi kejujuran dan seterusnya. Beda program acara beda kategori penilaiannya, demikian jelas Bono setyo.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela menjelaskan, bersamaan dengan dilaksanakannya Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi bekerja sama dengan UIN Sunan Kalijaga ini, juga digelar riset yang sama dengan dua belas perguruan tinggi di dua belas kota besar di Indonesia. Riset periode pertama tahun 2021 ini telah memasuki tahapan Diskusi Kelompok Terpumpun/Focused Group Discussionyang melibatkan informan ahli dalam melakukan pendalaman penilaian serta konfirmasi lanjutan atas penilaian yang dilakukan terhadap delapan kategori program siaran televisi. Adapun kategori program siaran yang dinilai adalah berita, talkshow, sinetron, variety show, religi, anak, wisata budaya, dan infotainment.
Baca juga:Rektor UIN Suka Dorong Siaran TV Berbasis Riset
Lebih jauh Hardly Stefano Pariela menjelaskan, riset yang dilakukan KPI terhadap program siaran televisi adalah untuk menilai kualitas. Maka, angka indeks menjadi alat bantu untuk memudahkan penilaian. Namun demikian, tambah Hardly, yang jauh lebih penting adalah catatan dan rekomendasi yang diberikan oleh para informan ahli di balik angka indeks tersebut.
Dalam kesempatan tersebut Hardly memberi tantangan pada forum agar tidak hanya mendiskusikan sebatas pernyataan yang ada dalam instrument riset. “Saya mengajak untuk mendiskusikan secara lebih mendalam berbagai dinamika penyiaran sehingga forum ini memungkinkan untuk berdiskusi melampaui instrument riset yang sudah ada,” ujarnya. Harapannya, riset yang dikembangkan KPI sejak tujuh tahun lalu menjadi riset yang lebih progresif.
Lebih jauh Hardly juga mengingatkan tentang pentingnya diseminasi hasil riset kepada seluruh pemangku kepentingan masyarakat. Selain melakukan diseminasi sebagaimana yang sudah disiapkan oleh pihak Dekanat UIN Sunan Kalijaga, Hardly mengusulkan untuk melakukan diseminasi dengan menggunakan perangkat sosial media yang sedang tren, seperti Podcast. “Setidaknya untuk diseminasi, kita bisa melakukan 10 kali siaran Podcast”, ujarnya. Dua kali untuk pendalaman riset dari KPI Pusat dan pengendali lapangan. Sedangkan sisanya untuk wawancara informan ahli sesuai kategori riset yang dinilai. Dengan demikian pendapat informan ahli tidak sekedar tercatat dalam dokumen riset belaka, namun juga dapat disiarkan lewat ruang-ruang publik. Ini tentu dapat menjadi sebuah pemantik diskusi bagi para mahasiswa dan sivitas akademika untuk ikut memberikan penilaian ataupun pendapat pribadi. “Sehingga diseminasi bukan hanya hasil riset, tapi juga prosesnya dapat menjadi dinamis dan memantik kepedulian masyarakat untuk menjadi bagian dalam upaya mendorong peningkatan kualitas siaran televisi.
Baca juga:Program Televisi Haruslah Memiliki Konten Edukasi
Gagasan ini diharapkan Hardly dapat direalisasikan UIN Suka sebagai pelopor dan memberi inspirasi bagi daerah lain yang juga melakukan riset serupa. Diseminasi melalui serial podcast ini juga menjadi upaya memenuhi ruang-ruang digital dengan konten positif dan bermanfaat. “Sehingga digital deviden yang didapat dari digitalisasi penyiaran, tidak sekedar menimbulkan residu konten negatif di dunia maya, namun juga memberikan penguatan dan manfaat yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (Weni/Nurul)