Dari Peluncuran dan Bedah Buku Karya Prof. Amin HM. Amin Abdullah “Keilmuan Islam itu Asyik Sekali”
Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga meluncurkan CIT MS (Center for Islamic Thoughts and Muslim Societies) sekaligus bedah buku Multidisplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer karya Prof. M. Amin Abdullah dengan mengundang tiga pembicara yaitu Prof. Noorhaidi Hasan (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga), Prof. Azyumardi Azra (Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah), dan Prof. Sulityowati Irianto (Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia). Acara tersebut juga berkolaborasi dengan IB Times.id yang diselenggarakan secara online melalui Zoom Meeting dan disiarkan melalui Youtube Streaming dan Instgram Live, 15/10/2020.
Acara yang berdurasi 2 jam 30 menit itu diawali oleh sambutan Wakil Direktur Pascasarjana Ahmad Muttaqin Ph.D., yang kemudian dilanjutkan oleh Direktur CIT MS, Dr. Mohammad Yunus yang membahas program-program yang akan dilakukan oleh CIT MS yang berupa Serial kuliah umum, riset kolaboratif, dan publikasi ilmiah. Diikuti penyerahan buku Multidisplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer dari penulis, Prof. M. Amin Abdullah kepada Ketua Senat Universitas Prof. Siswanto Masruri. Buku terbaru dari Prof. M. Amin Abdullah ini adalah kajian lanjutan dari pardigma Integrasi-Interkoneksi yang mempertautkan ilmu-ilmu agama, pemikiran Islam, dan studi Islam untuk menjawab tantangan kehidupan demi menuju pada Islam yang berkemajuan.
Buku tersebut diantaranya membahas mengapa Studi agama dan studi Islam: mengalami Stagnasi metodologi, padahal perkembangan zaman dan teknologi berkembang pesat. Menurut Prof. Amin Abdullah sebagai penulis menjelaskan bahwa stagnasi metodologi itu dapat dicairkan. Sementara dalam studi agama ada ketegangan antara faith dan tradition. Dalam dunia akademik, salah satu ketegangannya adalah faith and critism, nalar baru yang bisa mencerahkan. Teori insider (mukminuna haqqa) and outsider (kerangka-kerangka teori) partisipant sebagai observer pemikiran yang kritis. Sehingga dalam buku tersebut Prof. Amin Abdullah menerangkan Bagaimana mengatasi ketegangan-ketegangan karena stagnasi metolodogi studi agama, bagaimana hubungan enam rumpun ilmu (ilmu agama, rumpun Ilmu Sosial, rumpun Ilmu Alam, rumpun Ilmu Formal, dan rumpun Ilmu Terapan) di era modern dan post modern.
Menurut Prof. Noorhaidi Hasan, buku terbaru karya Prof. Amin Abdullah ini bisa menjadi manifesto bagi Pak Amin tentang arah baru kajian Islam, refleksi, keinginan, tentang masa depan kajian Islam di Indonesia. Sehingga dapat menyumbang bagi peradaban dunia terutama di Indonesia. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga saat ini menjadi laboratorium bagi kajian-kajian studi Islam. Sedangkan Prof. Azyumardi Azra menyampaikan bahwa suatu keberuntungan bagi UIN Sunan Kalijaga karena memiliki Prof. Amin Abdullah karena ia konsisten dalam kajiannya. Namun menurutnya, lebih bagus lagi jika ada tambahan kajian Intradisiplin (induk rumpun ilmu) karena saat ini kajian keilmuan cenderung berjalan sendiri-sendiri.
Pembicara perempuan, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Prof. Sulistyowati Irianto juga sepakat dengan Prof. Noorhaidi Hasan bahwa buku terbaru dari Prof. Amin Abdullah merupakan manifesto Prof. Amin Abdullah berupa pemikiran baru. Prof. Sulistyowati menjelaskan, buku karya Prof. Amin Abdullah ini menegaskan bahwa, kini trend pengetahuan dunia itu interdisiplin, multidisiplin, transdisiplin, dimana industri membiayai universitas. Sedangkan kita tidak punya industri. Realitas di Indonesia, industri memiliki universitas sendiri. Sementara perguruan tinggi kadang mengalami keraguan dalam melangkah maupun merespon kondisi sosial masyarakat yang membutuhkan penanganan serius, karena program-program pengembangan akademik di perguraun tinggi terkendala birokrasi yang sangat ribet, yang berakibat perguruan tinggi mundur ke belakang.
Buku Karya Prof. Amin ini memberikan legitimasi terhadap keraguan-keraguan akademisi untuk melangkah. Bagaimana mereformasi kultur pendidikan, Pak Amin menjadikan pascasarjana sebagai laboratorium. Menurut Prof. Amin semua backbound ilmu pengetahuan ada di pascasarjana.
Di Program Pascasarjanalah pertemuan-pertemuan dalam ilmu lebih terkondisi. Pertemuan keilmuan terjadi dalam tiga hal, bagaimana saling menembus, imajinasi kreatif, konsekuensi metodologis. Bagaimana sains bertemu sosial humaniora, sains bertemu ilmu agama, diakhiri era monodisiplin, progresif dan revolusioner.
Sementara Ilmu agama bukan dogmatis, tetapi pemikiran filsafat yang menggunakan logika. Dalam hal ini agama harus dipisahkan antara keyakinan, dan ilmu agama sebagai sistem ilmu pengetahaun. Ilmu agama seperti ilmu humaniora Atau ilmu-ilmu yang lainnya. Ilmuwan hendaknya memiliki pemikiran yang sama antara ilmu agama, dengan keilmuan lainnya, dan bisa meramu dan mencampuradukkan keduanya. Selanjutkan masuk ke dalam kurikulum paud sampai universitas. Kahadiran berbagai macam ilmu ke dalam ilmu agama, terjadi negosiasi, dan reproduksi tidak perlu dipermasalahkan. Dengan demikian kajian-kajian studi keislaman menjadi luas dan luwes (tidak kaku). Jika pemikiran Prof. Amin Abdullah ini terealisasi, maka keilmuan Islam itu asyik sekali, tutur Prof. Sulistyowati. (Aulia/Weni)